FITRA JAYA SALEH

Blogs, Ternyata menulis itu menyenangkan. Apalagi bisa menulis sesuatu yang bisa memberikan manfaat terhadap diri sendiri dan orang lain. Telah datang perintah membaca kepada umat Islam, perintah yang tidak diturunkan untuk umat-umat sebelumnya..sedangkan menulis adalah salah satu turunan dari kewajiban membaca... "Sampaikanlah walau hanya satu ayat.", begitulah perintah nabi, dan menulis bisa menjadi sebuah sarana yang baik untuk mengaplikasikan perintah untuk menyampaikan... ---Tulabi---

Wednesday, August 02, 2006

Kekhalifaan Pentingkah.?

Assalamualaikum.

Alhamdulillah, sudah memasuki bulan Agustus, tidak lama lagi insya Allah kita akan memasuki kembali bulan Ramadhan “Allahumma baariklanaa fii rajaba wa sya’ban, wa balighnaa fii ramadhan”. Di Blog ini ada sebuah keinginan besar didalam hati ini untuk menuliskan beberapa hal tentang Demokrasi didalam pandangan Islam, melanjutkan tulisan ana sebelumnya “Bid’ahkah Berpartai”. Bagaimana Demokrasi itu di “duduk”kan diantara kita, dan mampukah Demokrasi merebut hati kaum muslimin.


Namun sebelum kita berbicara perihal Demokrasi, terlebih dahulu ana ingin mengajak antum untuk berbicara tentang pentingnya keberadaan khalifah Islam di muka bumi ini, dan bagaimana hukum tegaknya sebuah khalifah. Perbincangan ini ana rasa akan sangat membantu menyamakan persepsi kita ketika nanti tiba saatnya kita berbicara tentang Demokrasi.

Dalam tulisan kali ini, ana menggunakan metode yang lain dan baru dari tulisan-tulisan ana sebelumnya, tulisan ini diambil langsung dari sebuah diskusi ana dengan beberapa orang ikhwan beberapa waktu yang lalu dalam sebuah forum diskusi. Kita misalkan saja para ikhwan yang bertanya kepada ana kita namai Mr Fulan.


Mr Fulan Bertanya :
Yang saya ingin tanyakan, sebenarnya langkahnya gimana bisa membuat negeri impian begitu? Kan perlu diingat, hampir semua birokrat Indonesia masih peninggalan OrBa(yang katanya 70-80% korup, atau bahkan lebih), lah koq apa iya tiba2 misal indonesia diqodar jadi kekhilafahan, langsung bless BBM murah, negara impian dalam waktu cepat, begitu? Apa caranya mengganti ratusan ribu atau jutaan pegawai negeri menjadi orang2 yang amanah di dalam pemerintahan, atau bagaimana?


Jawab: Bismillah, Saudaraku Fulan, ana berfikir, antum sangat cermat dalam melihat masalah ini.

Daulah islamiyah sesungguhnya adalah cita-cita terbesar umat ini, Kenapa ? karena dengan adanya daulah (negara) yang berafiliasi penuh terhadap Islam, maka umat ini akan memiliki penguasa-penguasa dan para pemimpin muslim yang pikiran dan perhatiannya hanya akan terfokus penuh untuk membawa umat-umatnya agar lebih dekat dengan Allah Swt. Kerena dengan memiliki Daulah Islamiyyah, maka hak-hak kaum muslimin akan terjaga,karena dengan memiliki daulah islamiyah, maka setiap muslim (Dan juga non muslim) akan memiliki kebebasan untuk beribadah kepada tuhannya tanpa dihalang-halangi, dan yang lain sebagainya.

Namun harus kita ingat akhi, bahwa hanya dengan daulah saja, tidak dengan sendirinya akan menjamin islam ini akan tegak. Melainkan melalui pemberian pemahaman islam yang sempurna kepada masyarakat, dan melalui pembentukan kepribadian islam terhadap umat, serta pembinaan yang terus menerus terhadap umatlah yang dapat menegakkan islam ini. Telah banyak sejarah pemerintahan atas nama Islam yang kita lihat ternyata bersikap tidak Islam.

Sehingga yang bisa kita simpulkan, bahwa dengan memiliki daulah (Negara) islamiyah maka kita akan memiliki semacam alat dan sarana yang memudahkan kita untuk menanamkan nilai-nilai islam melalui kekuasaan yang dimiliki. Namun, daulah islamiyah ini tidak akan dapat memberikan kontribusi apa-apa terhadap islam ketika tarbiyyah (Pembinaan) terhadap umat tidak dilakukan.

Mr Fulan :
Berarti saya mengambil kesimpulan bahwa sebelum masa daulah(pra-daulah), yang harus getol dilakukan adalah tarbiyyah/pembinaan ummat dulu, lalu bisa muncul daulah untuk mengontrol negara melalui kekuasaan yang islami.


Jawab: Tarbiyyah ataupun pembinaan juga takwiniyyah atau pembentukan pribadi muslim itu waktunya tidak tergantung apakah harus sebelum daulah ada ataukah sesudah daulah berdiri, Pembinaan terhadap diri kita sendiri dan kepada masyarakat ini dilakukan setiap masa, kapan saja, dan terus menerus. sehingga orang-orang yang belum memahami tentang islam akan menjadi tahu dan paham. kemudian orang-orang yang telah paham pun akan tetap istiqomah.

Mr Fulan :
Pertanyaan saya selanjutnya :1.Tarbiyyah terhadap ummat dari segi agama saja atau juga pemberdayaan ekonomi(yang mungkin ingin mencapai ekonomi islami)?


Jawab: Yang dimaksud dengan Islam yang Kaffah adalah islam yang menyeluruh (Muamalah/Ekonomi pun termasuk didalamnya), tidak mengambil sebagian syariat dan meninggalkan sebagian yang lain. Sehingga Tarbiyyah yang dilakukanpun memiliki tujuan supaya Kaffah ini. Tarbiyyah dilakukan pada semua sisi manusia, sedang Manusia itu sendiri tidak hanya terdiri akal saja atau Ruh saja atau hanya tubuh saja. Tapi ketiganya yang harus dibina secara bersamaan tanpa menghilangkan satu unsur sekalipun.

Telah kita pahami bersama bahwa manusia diciptakan dengan tujuan-tujuan tertentu yang Allah Swt tentukan, diantaranya agar manusia itu beribadah kepada Allah (Qs.Adz-Dzariyat:56), Agar manusia menjadi khalifatul fil arrdi (Pemimpin dimuka bumi) untuk melakukan perbaikan, dan untuk mengajak manusia kepada yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar (Ali-imran:104). Maka manusia sebagai mahluk memiliki tugas dan tanggung jawab kepada Allah Swt yang telah menciptakannya, dan juga tugas terhadap bumi ini (juga manusia didalamnya) untuk memakmurkannya (Berusaha memperbaiki dan mencegah kerusakan oleh manusia) . Sehingga seorang muslim menjadi tidak bijak apabila dirinya hanya memperhatikan hubungannya dengan Allah Swt saja dan mengabaikan tanggungjawabnya kepada manusia yang lain, atau begitupula sebaliknya seorang muslim menjadi tidak bijak ketika hanya memperhatikan hubungannya dengan manusia saja tanpa memperdulikan tanggungjawabnya kepada Allah Swt. Sehingga yang bisa kita simpulkana adalah bahwa Kehidupan seorang muslim haruslah senantiasa seimbang (Tawazun).

Mr Fulan:
2. Bagaimana proses pencapaian menuju daulah? Apakah daulah berdiri lewat jalur konstitusionil atau lewat jalur "revolusi"?


Jawab: Sebelumnya kita harus pahami kembali, Adanya Daulah Islamiyyah tidak dengan sendirinya akan memperbaiki, namun faktor pembinaan berkelanjutan dan dakwah yang sistematislah yang akan memperbaiki masyarakat. Walau ada yang namanya daulah islamiyyah namun didalamnya tidak terdapat dakwah dan nasihat, maka akan sama saja karena tidak akan dapat memberikan kontribusi apa-apa.

Kemudian ada perbedaan dari para pejuang dakwah tentang cara harus membangun daulah, ada yang berpendapat harus melalui revolusi frontal dan ada yang berpendapat lebih baik melalui jalur konstitusional Formal. Kalau pendapat ana pribadi, ana mendasarkan keputusan untuk memilih jalan membangun daulah atas dua dasar. yang pertama bahwa ana lebih memprioritaskan substansi dari pada simbol. dan yang kedua, Dalam urusan duniawi suatu keputusan yang kita ambil haruslah kita perhitungkan manakah yang lebih besar, apakah manfaat ataukah mudhoratnya. kalau suatu keputusan itu manfaatnya lebih besar, maka kita harus mengambilnya dan mengenyampingkan resiko mudhorot yang kecil tadi, begitu pula sebaliknya.apabila suatu keputusan unsur mudhoratnya lebih besar, maka harus kita tinggalkan, walaupun didalamnya terdapat sedikit manfaat.

Kemudian secara Jujur berdasarkan kedua prinsip diatas, maka ana pribadi memilh untuk melalui jalur konstitusional, walaupun disana juga ada resikonya (seperti bersentuhan dengan hukumnya produk manusia ataupun demokrasi, bukan kita harus mengikutinya, namun berusaha mendekatkannya dengan syariat Allah Swt sedekat mungkin), namun resiko ini lebih kecil dibandingkan resiko yang akan kita ambil apabila melalui revolusi frontal.

Mr Fulan :
3. Apakah kontrol negara daulah atas rakyatnya nanti(baca:indonesia)akan memilih jalur yang represif atau bagaimana, karena belum tentu penduduk indonesia sudah 100%(muslimnya)terbina lewat ideologi yang diusung pemerintahnya.


Jawab: Harus kita sadari bahwa agama ini bukanlah paksaan, tapi hanya ajakan. Sehingga Daulah islamiyah nanti tidak akan memberikan jaminan bahwa setiap orang akan mengikuti islam. kita bisa lihat, bahkan di Jaman rasulullah sekalipun ketika dipimpin langsung oleh rasulullah, juga masih banyak juga orang yang munafik dan kafir, karena begitulah Sunnatullah yang telah diatur.

Mr Fulan :
Lalu Umat Islam yang mana yang bercita-cita Daulah Islamiyah?. Fakta menunjukkan bahwa mayoritas 'umat Islam' negeri ini tidak menginginkannya. Mengapa?


Jawab: Pertanyaan Mr Fulan ini ada dua. Yang pertama,

Umat Islam yang mana yang bercita-cita Daulah Islamiyah?

Pertanyaan ini bisa saja ana balik bertanya, lalu umat islam yang mana yang tidak bercita-cita daulah islamiyah? Tapi memang ana akui, di Indonesia mayoritas masyarakat islam kita adalah islam kultural, yang sejak dilahirkan sudah berlebel Islam. dan yang kedua karena memang dakwah itu senantiasa sedikit pengikutnya, sehingga kalau hanya ada sedikit saja dari orang Islam yang menginkan adanya daulah, maka ana kira itu sunnatullah.

Dan pertanyaan yang kedua,

Mengapa?

Mengapa kita harus berdaulah Islamiyah? Semoga ana bisa memberikan sedikit gambaran. Dimulai dari Definisi daulah Islamiyah, Imam Taqiyyuddin An Nabhani mendefinisikan Daulah Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia (satu untuk sedunia) untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Apakah ada dasar syar'inya?

"Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai…” (Qs. Ali-’Imraan: 103).

“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian.” (Qs. An-Nisaa`: 59).

Atau dalil hadits dari Abdullah bin Umar meriwayatkan, “Aku mendengar Rasulullah mengatakan, ‘Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, nescaya dia akan menemui Allah di Hari Kiamat dengan tanpa alasan. Dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tak ada bai’ah (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” [HR. Muslim].

Sedang Rasulullah Saw pernah menyampaikan “Barangsiapa mendatangi kalian --sedang urusan (kehidupan) kalian ada di bawah kepemimpinan satu orang (Imam/Khalifah)-- dan dia hendak memecah belah kesatuan kalian dan mencerai-beraikan jemaah kalian, maka bunuhlah dia!” [HR. Muslim].

Atau juga didalam riwayat yang lain, Rasulullah menyampaikan “Jika dibai’at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” [HR. Muslim].

Atau juga “Barangsiapa membai’at seorang Imam (Khalifah), lalu memberikan genggaman tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia mentaatinya semaksimal mungkin. Dan jika datang orang lain hendak mencabut kekuasaannya, penggallah leher orang itu.” [HR. Muslim].

Nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah di atas menegaskan adanya kewajiban bersatu bagi kaum muslimin atas dasar Islam –bukan atas dasar kebangsaan atau yang lain— di bawah satu kepemimpinan,yaitu seorang Khalifah. Dalil-dalil di atas juga menegaskan keharaman berpecah-belah, di samping menunjukkan pula jenis hukuman syar’i bagi orang yang berupaya memecah-belah umat Islam menjadi beberapa negara, yakni hukuman mati.

Semoga bisa memberikan sebuah gambaran bahwa setiap muslim memiliki kewajiban untuk menuju kekhalifaan islam, sehingga setiap muslim akan dapat disatukan melalui khalifah yang ditaati karena Allah, dan bisa menghindarkan dari perpecahan umat.

Mr Fulan :
Saya cukup puas atas jawaban akhi, namun untuk yang ketiga, saya sebenarnya menekankan pada Muslim yang harokah/firqoh/pemahaman/ideologi Islamnya berbeda dengan yang diusung penguasa. Misal yang berkuasa bermanhaj salaf, yang klenik kan di Indonesia masih banyak, bagaimana nanti daulah Islamiyah bertindak atas mereka, saya rasa itu yang saya ingin ketahui. terima kasih.


Apa yang disampaikan oleh akhi Fulan adalah benar adanya, yang seperti ini (Berbeda pendapat antara penguasa dan rakyat) memang bukan hal yang luar biasa. DI Jaman para khulafa ar-rasyidin pun sudah banyak ternyadi, sampai-sampai kita mengenal munculnya golongan mu'tazilah. Di dalam Al-Quran, Allah Swt menyampaikan “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian.” (Qs. An-Nisaa`: 59).

Yang pertama, hal ini berarti. Allah mewajibkan Kita agar taat kepada para pemimpin, selama pemimpin ini taat kepada Allah dan Rasulnya. Karena tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah Swt.

Sedang yang kedua, ada sebuah kaidah syar'iah bahwa “Sesuatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula keberadaannya.” Misal, ana memberi contoh. Wudhu, adalah sesuatu yang sunat hukumnya. Namun wudhu akan menjadi wajib ketika kita akan sholat, sebab syarat sah sholat adalah wudhu, sehingga dalam hal ini hukum wudhu berubah menjadi wajib. Dan begitu pula perintah wajib taat kita terhadap pemimpin, maka memiliki pemimpin (Yang taat kepada Allah Swt) pun menjadi sesuatu yang wajib.

Para sahabat juga bersepakat tentang pentingnya pengangkatan khalifah ini, nampak jelas dalam kejadian bahwa mereka menunda kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW dan mendahulukan pengangkatan seorang Khalifah pengganti beliau. Padahal menguburkan mayat secepatnya adalah suatu kewajiban dan diharamkan atas orang-orang yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah untuk melakukan kesibukan lain sebelum jenazah dikebumikan. Namun, para Sahabat yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah Rasulullah SAW ternyata sebahagian di antaranya justeru lebih mendahulukan usaha-usaha untuk mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah. Sedangkan sebahagian Sahabat lain mendiamkan kesibukan mengangkat Khalifah tersebut, dan ikut pula bersama-sama menunda kewajiban menguburkan jenazah Nabi SAW sampai dua malam, padahal mereka mampu mengingkari hal ini dan mampu mengebumikan jenazah Nabi secepatnya.

Berarti dapat kita simpulkan bahwa, mengangkat khlalifah untuk memimpin adalah wajib. Rasulullah SAW bersabda: “Dahulu para nabi yang mengurus Bani Israil. Bila wafat seorang nabi diutuslah nabi berikutnya, tetapi tidak ada lagi nabi setelahku. Akan ada para Khalifah dan jumlahnya akan banyak.” Para Sahabat bertanya,’Apa yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi menjawab,’Penuhilah bai’at yang pertama dan yang pertama itu saja. Penuhilah hak-hak mereka. Allah akan meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang menjadi kewajiban mereka.” [HR. Muslim].

Kemudian apa yang kita lakukan ketika berbeda pendapat dengan khalifah? Bersabar dan menasihati dengan cara-cara yang baik dan sesuai dengan jalur hukum yang ada, selama pemimpin tidak memerintahkan untuk maksiat kepada Allah. Dan diharamkan untuk keluar dari jama'ah atau menyatakan memisahkan diri dari khalifah. Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang melihat sesuatu yang tidak disukai dari amirnya (pemimpinnya), maka bersabarlah. Sebab barangsiapa memisahkan diri dari penguasa (pemerintahan Islam) walau sejengkal saja lalu ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.” [HR. Muslim].

Didalam khalifah Islam, misalkan pemerintah telah menetapkan sautu mazhab sebagai landasan hukum Negara tersebut (misal, MAzhab Hanafi yang ditetapkan) maka bukan berarti semua penduduk negaranya harus dan wajib mengikuti mazhab yang diakui pemerintah. Setiap orang bebas dalam kehidupan pribadinya memilih pendapatnya masing-masing tentang suatu ketentuan hukum Islam, namun misalnya didalam putusan pengadilan atau perihal kenegaraan, maka yang akan digunakan adalah mazhab yang dipilih pemerintah (Misal tadi Hanafi), dan apabila kita memiliki pendapat yang mengikuti mazhab selain hanafi maka menjadi wajib bagi kita untuk mentaati keputusan pengadilan, walaupun keputusan pengadilan tersebut dengan dasar mazhab Hanafi.

Sebagai catatan tambahan yang harus diingat, apa yang disampaikan diatas adalah kewajiban kita terhadap khalifah (Pemerintahan) islam, Bagaimana dengan konteks ketaatan di Indonesia?hal ini yang menjadi perbedaan diantara para pejuang dakwah, yang melatari perbedaan apakah harus membuat daulah lewat revolusi frontal atau melalui konstitusi Formal, seperti yang sudah kita bicarakan diatas, Dan Insya Allah kita akan melanjutkan topik ini dengan tema selanjutnya “Diantara Kita dan Demokrasi”

Wallahualambishowab.


---Tulabi---

Pekanbaru, 3 Agustus 2006

0 Comments:

Post a Comment

<< Home