FITRA JAYA SALEH

Blogs, Ternyata menulis itu menyenangkan. Apalagi bisa menulis sesuatu yang bisa memberikan manfaat terhadap diri sendiri dan orang lain. Telah datang perintah membaca kepada umat Islam, perintah yang tidak diturunkan untuk umat-umat sebelumnya..sedangkan menulis adalah salah satu turunan dari kewajiban membaca... "Sampaikanlah walau hanya satu ayat.", begitulah perintah nabi, dan menulis bisa menjadi sebuah sarana yang baik untuk mengaplikasikan perintah untuk menyampaikan... ---Tulabi---

Monday, June 05, 2006

Kembali dari Solo: Pemimpin itu

Assalamualaikum.

Alhamdulillah, Akhirnya pagi ini jam 6 tiba lagi di Jakarta, Subhanallah 4 hari di Solo, Alhamdulillah menyenangkan. Di Solo banyak juga yang berubah ya, termasuk di FE sendiri sepertinya ada yang mau dibangun lagi tuh didekat BMT. Selama di solo juga ketemu dengan beberapa ikhwan yang subhanallah saat ini memiliki amanah mas'uliyyah (Tanggung jawab) yang tiada ringan baik di Universitas maupun di Fakultas. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua sehingga terhindar dari segala hal yang tidak diridhoi-Nya.

Bergumul dengan aktivitas kampus memberikan sebuah sensasi yang berbeda, ketika telah selesai dari kampus meninggalkan sebuah kenangan yang mendewasakan, dan terutama memberikan sebuah pengalaman yang bermanfaat bagi kehidupan dimasa depan. Dari penggalan catatan dan pengalaman pribadi, beberapa hal tentang organisasi semoga bisa memberikan manfaat. Agak susah juga ingin memulai dari mana menuliskan pengalaman tentang organisasi (Jamaah). Namun saya coba memulai diskusi ini dari sisi kepemimpinan dan beberapa prinsip dasar didalamnya.

Pemimpin, siapapun kita, Seorang Presiden BEM Fakultas seperti akh Wahyu atau Seorang Ketua DEMA Universitas seperti akh Firman, atau Saya atau akh Samboga sebagai kepala keluarga, Semuanya adalah pemimpin. Ini berdasarkan hadits “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinan kamu” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pemimpin pada satu sisi adalah amanah yang kita diharamkan untuk memintanya, namun disisi yang lain adalah amanah yang diharamkan juga apabila kita menolaknya jika diamanahkan kepada kita selama amanah ini bertujuan untuk memperbaiki kehidupan menjadi lebih baik dan sesuai Syar’I "Barangsiapa yang diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat" (HR. Ahmad). Sehingga memiliki amanah sebagai seorang pemimpin (Semua kita adalah pemimpin) bagaimanapun adalah sesuatu yang berat yang pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.

Kalau ditinjau dari bahasa, Pemimpin dalam bahasa arab (Insya Allah) diistilahkan dengan kata imam dan khalifah. Secara harfiyah, imam berasal dari kata amma, ya’ummu yang artinya menuju, menumpu dan meneladani. Sesuatu yang memiliki arti sangat berat saya rasakan karena memiliki konsekuensi harus selalu berusaha untuk menjadi pelopor dalam kebaikan, juga berarti ada sebuah konsekuensi kita untuk senantiasa ber-islahun nafs (Memperbaiki diri) secara istimror (kontinyu).

Sedangkan kata khalifah berasal dari kata khalafa yang berarti belakang atau pengganti, artinya pemimpin harus bisa berada di belakang untuk menjadi pendorong diri dan orang yang dipimpinnya untuk maju dalam menjalani kehidupan yang baik dan benar sekaligus mengikuti kehendak dan arah yang dituju oleh orang yang dipimpinnya kearah kebenaran atau sebagai seorang Motivator. Kalau dalam ilmu kita di FE kita sebut “Menejemen”. Ketika masih dikampus saya sangat merasakan sekali bagaimana perlunya kemampuan untuk memotivasi orang lain untuk tetap bekerja ini sangat penting untuk dimiliki seorang ketua lembaga atau ketua bidang, kadang ketika rapat hanya dihadiri orang 1 atau 2, dan saya berfikir yang seharusnya dievaluasi pertama adalah saya (ketuanya), baru evaluasi yang lainnya. Yah Wallahualam.

1. Tanggung Jawab, Bukan Keistimewaan. Saya akui memang sangat sulit rasanya ketika kita menjadi seseorang yang memiliki jabatan,dalam semua level atau tingkatan. Rasanya susah sekali untuk menghindari rasa bahwa diri ini istimewa ketika sedang memiliki jabatan. Ya ikhwah, marilah kita berusaha bersama, bahwa jabatan bukanlah suatu keistimewaan. Sehingga seorang pemimpin atau pejabat tidak boleh merasa menjadi manusia yang istimewa diantara yang lain, sehingga ia merasa harus diistimewakan dan mungkin akan merasa marah bila orang lain tidak mengistimewakan dirinya.


Mungkin kita masih teringat dengan kisah khalifah Umar bin abdul Aziz, seorang khalifah yang cemerlang datang ke sebuah pasar untuk mengetahui langsung keadaan pasar, maka ia datang sendirian dengan penampilan biasa, bahkan sangat sederhana sehingga ada yang menduga kalau ia seorang kuli panggul lalu orang itupun menyuruhnya untuk membawakan barang yang tak mampu dibawanya. Umar membawakan barang orang itu dengan maksud menolongnya, bukan untuk mendapatkan upah. Namun ditengah jalan, ada orang memanggilnya dengan panggilan yang mulia sehingga pemilik barang yang tidak begitu memperhatikannya menjadi memperhatikan siapa orang yang telah disuruhnya membawa barangnya. Setelah ia tahu bahwa Umar sang khalifah yang disuruhnya, iapun meminta maaf, namun Umar merasa hal itu bukanlah suatu kesalahan. Karena kepemimpinan itu tanggung jawab atau amanah yang tidak boleh disalahgunakan, maka pertanggungjawaban menjadi suatu kepastian.

2. Pengorbanan, Bukan Fasilitas Saya teringat dengan buku “Bukan di Negeri Dongeng” yang subhanallah membacanya membuat saya menangis mengingat betapa mulianya pengorbanan para anggota legeslatif PKS melawan kondisi yang zholim, Saya juga teringat betapa terkejutnya para pejabat dan bupati di Sumatera ketika kunjungan Menteri Pertanian pak Anton ke daerahnya hanya menggunakan pesawat kelas ekonomi bersama penumpang yang lain, dan pak menteri mau untuk menginap disalah satu rumah petani. Menjadi pemimpin atau pejabat bukanlah untuk menikmati kemewahan atau kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan, tapi justru ia harus mau berkorban dan menunjukkan pengorbanan, apalagi ketika masyarakat yang dipimpinnya berada dalam kondisi sulit dan sangat sulit.

Masih kisah Umar bin Abdul Aziz, sebelum menjadi khalifah ia biasanya menghabiskan dana untuk membeli pakaian yang harganya 400 dirham, tapi ketika ia menjadi khalifah ia hanya membeli pakaian yang harganya 10 dirham, hal ini ia lakukan karena kehidupan yang sederhana tidak hanya harus dihimbau, tapi harus dicontohkan langsung kepada masyarakatnya. Betapa kagetnya juga saya ketika dikampus dulu saya membaca RAPBD Solo, yang untuk biaya pakaiannya bapak walikota saja 500 juta dan biaya pemeliharaan kendaraan yang juga ratusan juta. Subhanallah, inikah seorang pemimpin.


3. Kerja Keras, Bukan Santai. Rasulullah adalah teladan yang sebaik2nya dalam masalah ini, dalam siroh kita sudah melihat betapa dalam masalah bekerja Rasulullah selalu terdepan, bahkan dalam kondisi qital (perang). Pemimpin mendapat tanggung jawab yang besar untuk menghadapi dan mengatasi berbagai persoalan yang menghantui “rakyat” yang dipimpinnya untuk selanjutnya mengarahkan kehidupan masyarakat untuk bisa menjalani kehidupan yang baik dan benar serta mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Untuk itu, pemimpin dituntut bekerja keras dengan penuh kesungguhan (Jiddiyah) dan optimisme. Saat menghadapi krisis ekonomi, Khalifah Umar bin Khattab membagikan sembako (bahan pangan) kepada rakyatnya. Mungkin kalau di Indonesia sini seperti Dana JPS atau Dana bantuan langsung. Meskipun sore hari Khalifah Umar sudah menerima laporan tentang pembagian yang merata, pada malam hari, saat masyarakat sudah mulai tidur, Umar mengecek langsung dengan mendatangi lorong-lorong kampung, Umar mendapati masih ada rakyatnya yang memasak batu sekedar untuk memberi harapan kepada anaknya yang menangis karena lapar akan kemungkinan mendapatkan makanan. Meskipun malam sudah semakin larut, Umar pulang ke rumahnya dan ternyata ia memanggul sendiri satu karung bahan makanan untuk diberikan kepada rakyatnya yang belum memperolehnya.

4. Kewenangan Melayani, Bukan Sewenang-Wenang. Sebuah Filosofi yang menurut saya hanya dimiliki oleh islam dan menandakan kemuliannya, bahwa seorang pemimpin adalah pelayan bagi orang yang dipimpinnya, karena itu menjadi pemimpin atau pejabat berarti mendapatkan kewenangan yang besar untuk bisa melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih baik dari pemimpin sebelumnya, Rasulullah Saw bersabda : "Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka" (HR. Abu Na’im)

5. Keteladanan dan Kepeloporan, Bukan Pengekor. Menjadi pelopor dalam segala bentuk kebaikan, bukan malah menjadi pengekor yang tidak memiliki sikap terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ketika seorang pemimpin menyerukan kebaikan maka ia telah menunjukkan kebaikan itu sebelumnya. Ketika ia menyerukan hidup sederhana dalam soal materi, maka ia tunjukkan kesederhanaan bukan malah kemewahan. Ketika Rasulullah Saw membangun masjid Nabawi di Madinah bersama para sahabatnya, beliau tidak hanya menyuruh dan mengatur atau tunjuk sana tunjuk sini, tapi beliau turun langsung mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis sekalipun. Beliau membawa batu bata dari tempatnya ke lokasi pembangunan sehingga ketika para sahabat yang lebih muda dari beliau sudah mulai lelah dan beristirahat, Rasul masih terus saja membawanya meskipun ia juga nampak lelah. Karena itu seorang sahabat bermaksud mengambil batu yang dibawa oleh nabi agar ia yang membawanya, tapi nabi justeru menyatakan: “kalau kamu mau membawa batu bata, disana masih banyak batu yang bisa engkau bawa, yang ini biar tetap aku yang membawanya”. Karenanya para sahabat tetap dan terus bersemangat dalam proses penyelesaian pembangunan masjid Nabawi.

Tidak ada agama yang mengatur tentang kepemimpinan sebagaimana yang islam lakukan, Masalah ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Kita semua adalah pemimpin, terutama pemimpin untuk diri kita masing2. Sehingga sifat2 inipun sudah semestinya kita miliki bersama, dan menjadi patokan ketika memilih pemimpin. Baik hanya memilih seorang ketua kelas, ketua kelompok belajar, ketua bidang, ketua lembaga (Misal BEM, BPPI, dll), ketua RT, anggota parlemen, bupati, gubernur, atau juga presiden. Memilih suami juga ya..?

Barakallahufiikum.

Wallahualambishowab.


---Tulabi---

0 Comments:

Post a Comment

<< Home